Yaa, namaku Cinta...

Kau mempunyai banyak hal sampai sekarang :
Pengetahuan, Kekayaan, Perasaan Sedih, Riang, Kecantikkan, dan sebagainya. Aku mengenal mereka sebagai teman-teman bermain pada hari-hari yang indah, seolah kami berada disebuah pulau yang bertebar pasir biru muda, bernaung langit warna jingga pastel yang sejuk, meniupkan angin sepoi pada ombak lembut keperakkan yang menciumi bibir-bibir pesisir.

Yaa, akulah Cinta yang ingin menggodamu saat kaya. Akulah Cinta yang sesungguhnya hendak mengujimu ketika pintar. Akulah Cinta yang selalu menghiburmu dikala duka. Akulah Cinta, yang ingin mengajakmu menari begitu kau merasa cantik.
Tapi, apa yang kurasakan pada suatu hari ketika badai mengacaukan hidup?

Yaa, akulah Cinta. Yang menjerit-jerit ketika badai meluap entah darimana. Ketika tiba-tiba air sudah memenuhi hamparan pasir dimana sering aku bermain disana. Segala yang kau miliki ~Harta, Kecantikkan, Keriangan, Kepintaran, bahkan Sedih~ sudah melarikan diri, meninggalkanmu mengerapai-gerapai dalam ketakutan yang gaduh.
“Aku Cinta, kenapa tidak ada yang menolongku pada saat seperti ini?! Aku Cinta, kenapa seolah tiada lagi yang mengenalku?!”.

Pekikku luruh ditelan gemuruh…

Kekayaan ~dengan tergesa-gesa~ mengayuh perahunya, “Maafkan aku Cinta, tak ada tempat bagimu, karena sudah kupenuhi perahu ini dengan Kebahagiaan” kata dia. Juga Kecantikkan yang sudah enggan mendekatiku karena berada dalam kubangan lumpur, sehingga Ia cemas gaunnya kotor. “Maafkan aku Cinta, biar yang lain saja yang menolongmu nanti” lalu Ia tinggalkan diriku dalam gugup.

Sempat kutatap Kesedihan yang terlalu sedih sehingga melupakanku. Sempat kulihat Keriangan yang terlalu riang sehingga tak lagi mengenalku.
Yaa, akulah Cinta. Yang menangis dalam sepi. Padahal sepi ~dimana-mana~ tak akan mampu menjadikan siapa saja melakukan apapun.

Yaa, akulah Cinta yang menunggu mati disetiap kehidupan jika semuanya sudah begitu tergesa-gesa. Pasrah, aku ditempatku bersimpuh, sampai terdengar suara yang luruh, “Cinta kemarilah kuselamatkan engkau”.

Lalu suara itu mengangkatku dan meletakkanku dalam biduknya. Kami meluncur menjauhi badai sampai kutemukan lagi teman-teman bermainku; Ria, Cantik, Harta, Duka, dan Pengetahuan yang memelukku erat-erat.

“Oh, siapa yang menolongku tadi?” tanyaku seraya melepaskan dia, “Dan kenapa kalian meninggalkanku, seperti tak pernah mengenalku saat badai datang?”

Disekitarku sunyi. Biduk yang membawaku dan kumparan badai itu pun telah tak tampak.

“Dia adalah Waktu” kata Pengetahuan. “Hanya Waktu yang mengerti Cinta. Pada kehidupan yang penuh badai seperti tadi, maafkanlah kami yang sibuk dengan diri sendiri. Hanya Waktu yang tahu bahwa Cinta itu ada.”


Yaa, namaku Cinta.
Ingin kuingatkan pada siapapun bahwa Aku masih disini...




sumber : Minggu Pagi, tanggal terbitnya lupa --“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Cerita Kontemplasi - Blogger Theme by BloggerThemes & freecsstemplates - Sponsored by Internet Entrepreneur