Surat Cinta Anak Elektro

Sejak pertama kali bertemu denganmu,
aku tahu engkaulah yang kunanti selama ini.

Lihatlah...

Setiap ku memandangmu
amperemeter dan voltmeter cintaku
selalu menunjukan skala penuh,
dan gelombang di osiloskop hatiku
bergerak tak karuan.

Setiap ku mendekatimu,
hatiku bergetar lebih dahsyat dari
getaran turbin yang membangkitkan
arus AC tiga fasa 220 volt 50 hertz.

Bila engkau jauh,
aku bagai komputer digital tanpa mikroprosesor,
aku bagaikan rangkaian pemancar tanpa catu daya.

Karena hanya engkau yang bisa me-recharge
kekosongan muatan kapasitor hatiku.
Hanya engkau yang bisa mengaktifkan
perangkat keras dan perangkat lunak yang aku miliki.

Aku ingin hatiku dan hatimu bagai anoda dan katoda
dari dioda yang dibias maju.

Aku ingin hati kita bagai belitan induktor
yang melekat kuat pada inti transformator.

Maka biarlah tahanan di antara hati kita besarnya
tidak lebih dari satu ohm agar sinyal-sinyal analog
yang aku kirim boleh mengalir indah dari emitter hatiku
sampai di kolektor hatimu tanpa distorsi yang berarti.

Biarlah sinyal-sinyal itu engkau sampling, kuantisasi dan
dekodekan agar engkau bisa menganalisis
kesungguhan byte-byte cinta ini.

Jangan sangsikan ketulusanku padamu.
Biarlah keraguanmu aku tapis menggunakan band pass filter.

Kalau tak percaya pada cintaku, belahlah dadaku.
Engkau akan melihat namamu tertera indah
pada display LCD hatiku.

Masih tak percaya?
Belahlah lebih dalam lagi,
engkau akan melihat rangkaian penerima
yang jalur-jalurnya telah cacat akibat menerima
gelombang elektromagnetik intensitas tinggi
yang engkau pancarkan.

Masih tak percaya juga?
Biarlah....
Demi engkau aku rela memutus saklar utama kehidupanku
agar engkau tahu betapa besarnya amplitudo cintaku.

Percayalah padaku hanya engkau cintaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Cerita Kontemplasi - Blogger Theme by BloggerThemes & freecsstemplates - Sponsored by Internet Entrepreneur